Thursday, February 26, 2015

THE BUYERS



 
Saya bersyukur karena menjadi salah seorang yang beruntung, dapat belajar kepada orang-orang yang kompeten dalam bidang pembelian khususnya industri ritel. Tidak ada manusia yang sempurna, oleh karenanya penting bagi setiap orang untuk tidak sombong. Karena kesombongan terkadang menutup kebenaran dan mengurangi kemampuan belajar seseorang. Sebaliknya rasa rendah hati dan keterbukaan, akan membantu hati dan otak kita untuk memperoleh banyak pengetahuan baru dari orang lain.

Dalam industri ritel, salah satu area yang sangat strategis di dalam aspek komersial adalah Merchandising. Secara umum Merchandising bisa dikatakan sebagai sebuah aktivitas penyediaan dan pengelolaan barang yang dijual dari segala aspeknya. Aspek yang minimal, cukup popular dengan istilah 5P yaitu meliputi: P1 (product) barang yang tepat; P2 (price) harga yang tepat; P3 (presentation) pemajangan yang baik; P4 (purchase) pengadaan yang baik; P5 (promotion) promosi yang efektif.

Karena pengelolaan barang bagi peritel merupakan bagian dari investasi, maka sangatlah penting untuk menciptakan keseimbangan dalam unsur-unsur: Pemilihan barang serta vendor yang tepat, jumlah pembelian dan inventory, tingkat penjualan dan margin yang diperoleh. Oleh karena proses ini sangat kompleks, detail dan membutuhkan kerjasama multidisiplin yang kuat, maka setiap peritel bisa dipastikan membangun tim merchandising sebagai bagian dari tim commercialnya (selain Divisi Operational dan Marketing yang ada didalamnya)

Ada beberapa istilah yang berbeda yang digunakan oleh para peritel bagi orang-orang yang ditunjuk dan bertanggung jawab atas kegiatan merchandising ini. Beberapa peritel menggunakan istilah Buyer, dan sebagian lainnya banyak yang menggunakan istilah Category Manager. Secara umum tugas dan fungsinya sebenarnya bisa dikatakan sama. Setiap buyer atau category manager terbagi ke dalam grup-grup produk yang sudah ditentukan sesuai dengan kebijakan atau format bisnis ritelnya. Jenis pengelompokan dan jumlah kategori per orangnya biasanya tidak sama, akan tetapi memiliki kemiripan satu dengan yang lain.

Khusus dalam lanjutan tulisan saya ini, saya lebih suka menggunakan istilah Buyer (Manajer Pembelian). Walau makna harfiah nya cukup sempit dan spesifik, akan tetapi dalam praktek bisnis ritel yang saya pahami dan alami, peran dan aktivitasnya sangat besar dan kompleks, serta tentunya berpengaruh luas terhadap kegiatan komersial di perusahaan.

Dalam tulisan ini saya mencoba menuangkan sebagian pemikiran dan pengalaman saya sebagai Buyer selama lebih dari 7 (tujuh) tahun di salah satu peritel yang bergerak di format Supermarket. Pengalaman ini begitu berkesan karena saya belajar banyak hal terkait bisnis ritel, proses pemilihan barang, pengelolaan produk, penentuan harga, pemajangan produk, serta menjalin kerjasama bisnis dengan berbagai pihak supplier. Di dua tahun terakhir saya memiliki kesempatan berharga terlibat penuh dalam development produk-produk private brand.

Melalui interaksi saya yang sangat dalam dan panjang dengan senior-senior professional Buyer, telah memberikan nilai lebih yang cukup banyak buat saya. Saya belajar banyak bukan hanya dari sisi pengetahuan dan pengalaman mereka, akan tetapi lebih dari itu, ada karakter dan gaya yang unik atau khas dapat dipelajari dari masing-masing Buyer. Saya menilai tidak ada benar-salah dari perbedaan tersebut, karena masing-masing memiliki daya kekuatannya tersendiri. Kita bisa kombinasikan style dan pendekatan (approach) mereka yang beragam dalam banyak hal.

Dari pengalaman dan pembelajaran tersebut, saya mencoba merangkum dan berbagi beberapa prinsip dasar yang  akan sangat penting untuk dimiliki oleh seorang profesional Buyer ritel/manajer pembelian, yaitu sbb:
1. Integritas.
2. Wawasan Luas.
3. Fleksibilitas (Luwes)
4. Kemampuan pengelolaan dan analisa Data.
5. Kemampuan Komunikasi dan Presentasi.

1. Integritas.
Saya menempatkan Integritas ini di tempat pertama, karena keyakinan saya bahwa value dari unsur ini sangat tidak ternilai dan merupakan fondasi. Integritas sangat penting untuk menciptakan kepercayaan yang kuat baik secara internal maupun eksternal. Kita harus menciptakan karakter dan pola fikir yang obyektif dan transparan. Perspektif kerja kita adalah memberikan keuntungan yang maksimal untuk perusahaan, tanpa ada agenda Pribadi memanfaatkan keuntungan posisi kita sebagai Buyer.

Biasanya posisi Buyer sangat vital, karena ia merupakan perwakilan perusahaan untuk melakukan aktivitas pemilihan barang dan vendor. Selain itu kegiatan pembelian, di wilayah manapun selalu kaya akan privilage (keistimewaan tertentu) dan rawan akan tawaran benefit tertentu dari para penjual/supplier. Disinilah pentingnya posisi kita yang harus taat terhadap aturan perusahaan terkait masalah hubungan pembeli dan penjual ini.
Tidak jarang para professional terjebak pada kondisi atau tawaran tersebut. Tapi biasanya dalam organisasi ritel yang sudah mapan, segalanya diatur dalam bentuk aturan dan kode etik, serta sanksi yang tegas. Transparansi dan integritas 

Buyer akan menaikan reputasi perusahaan dan memperkuat kwalitas negosiasi setiap Buyer.
Selain aspek tranparansi, integritas menunjukan kemampuan kita untuk menciptakan komitmen bersama. Dalam proses negosiasi, Buyer dengan mitra supplier, maka diperlukan sebuah komitmen bersama untuk menjalankan setiap kesepakatan. Tidak sedikit karena minimnya integritas, tujuan dari negosiasi tidak tercapai, dan berakhir dengan retaknya hubungan bisnis.
Ciri-ciri Buyer yang memiliki integritas, tercermin dari beberapa sikap yang menonjol
a. Selalu mengedepankan objektif dari perusahaan, bukan pribadinya sebagai Buyer.
b. Menuliskan setiap kesepakatan, dan menjelaskan setiap komitmen kedua pihak secara jelas dan detail.
c. Tidak meminta imbalan Pribadi, dan seluruh potensi keuntungan akan dia gali untuk kemajuan perusahaan.
d. Bertindak dan bernegosiasi berlandaskan kode etik perusahaan dimana dia bekerja.      
2. Berwawasan Luas.
Kegiatan utama dari Setiap pembeli  (Buyer) dalam industri ritel tentunya tidak bisa dilepaskan dari kegiatan analisa data penjualan dan keuntungan, memilih produk, menentukan harga, survey market, serta negosiasi dengan pihak vendor. Oleh karena itu diperlukan sinergi kemampuan analisa data yang kuat dan wawasan tentang dunia bisnis ritel serta industri secara umum. Wawasan seorang Buyer harus senantiasa terupdate dan di atas rata-rata. Setiap Buyer harus punya interest yang kuat terhadap informasi perkembangan bisnis dan segala dinamikanya. Dia akan gunakan wawasan tersebut untuk mengembangkan ide dan menangkap peluang di pasar, demi peningkatan penjualan serta marjin keuntungan semua produknya.

Selain untuk kebutuhan analisa Pribadi, seperti halnya peran seorang salesman dalam dunia marketing, untuk meyakinkan mitra dari pihak supplier maupun konsumen, Buyer menggunakan informasi dan wawasan tersebut sebagai alat/strategi negosiasi yang meyakinkan. Karena untuk meyakinkan orang tidak cukup dengan bahasa keuntungan peritel. Terkadang dengan informasi yang berkembang di luar, kita dapat meyakinkan lawan negosiasi kita untuk mengikuti saran ataupun masukan yang akhirnya memberikan peluang keuntungan kedua belah pihak.
Sebagai contoh beberapa pertanyaan yang relevan untuk menguji wawasan Buyer:
a. Bagaimana pengetahuan kita terhadap dinamika market dan kompetisi?
b. Bagaimana pengaruh regulasi pemerintah terhadap kelangsungan bisnis perusahaan anda?
c. Trend produk baru apa saja yang sedang booming di pasaran? Tahukah kita strategi atau kunci sukses mereka?
d. Tahukah anda situasi makro ekonomi secara lokal/nasional maupun dunia yang dapat mempengarui bisnis anda? (Pertumbuhan ekonomi, Inflasi, Nilai tukar mata uang, perkembangan harga produk, upah minimum, sewa property, dll)


3. Fleksibilitas
Prinsipnya sebagai Buyer harus memiliki orientasi pada solusi bisnis yang saling menguntungkan. Karena kondisi tersebut akan memberikan dampak positif bagi perkembangan penjualan. Dalam konteks negosiasi dan segala praktek kerjasama bisnis diperlukan fleksibilitas atau keluwesan dalam mencari solusi-solusi tersebut.
Dalam pengalaman saya di awal karir sebagai seorang Buyer Supermarket, sikap fleksibel/luwes  ini begitu terasa diperlukan. Terutama dalam proses negosiasi dengan posisi tawar yang rendah. Biasanya kondisi ini terjadi dikarenakan beberapa hal dapat menjadi contoh:
1. Principle besar
2. Lawan Negosiasi yang lebih senior
3. Kebijakan perusahaan yang kaku.
4. Tenggat waktu negosiasi yang sempit.

4. Kemampuan Analisa dan pengelolaan Data.
Data merupakan senjata utama bagi seorang Buyer. Dengan menguasai Data maka kita akan mengetahui posisi awal negosiasi, subject negosiasi, dan proyeksi output atau target dari negosiasi yang akan kita lakukan. Buyer yang datang ke dalam sebuah meeting tanpa membuat data dan menguasainya, ibaratkan seorang prajurit masuk ke medan perang dengan lengan kosong. Ia akan menjadi santapan lawan negosiasinya.

Keinginan dan passion seorang Buyer terhadap data haruslan tinggi. Ibaratkan seorang montir, dia harus siap tangannya kotor dengan oli atau kotoran pada mesin. Begitu juga seorang Buyer yang tugas utamanya mengelola hubungan bisnis yang penuh dengan kegiatan negosiasi. Membuat dan menganalisa data menjadi satu kunci utama untuk bisa sukses. Secara ekstrem saya menganjurkan kepada semua yang ingin menjadi Buyer, agar “mencintai data”.

Beberapa perusahaan memang sudah memiliki database yang mumpuni, sehingga Buyer atau tim komersial lain dimanjakan dengan berbagai data yang dibutuhk2 pokok, sudah bisa dikumpulkan dan disusun secaran. Bahkan dataAkan tetapi masih cukup banyak yang mandiri oleh Buyer nya sesuai dengan format yang diinginkan.
Data-data yang biasanya secara umum diperlukan oleh seorang Buyer diantaranya adalah:
1. Trend pembelian (quantity dan value)
2. Service level pengiriman barang
3. Daftar produk existing
4. Trend penjualan (quantity dan value)
5. Penggunaan/Rencana alokasi dana promosi.
6. market share
7.  Permasalahan lainnya.
Selain pengelolaan data, yang juga tidak kalah pentingnya adalah mengasah kemampuan analisa data. Data ditangan seorang yang tak mampu, tidak akan berarti apa-apa. Kemampuan menganalisa ini memang tidak akan muncul dengan sendirinya. Tapi ada proses yang panjang, tapi dengan keseriusan dan ketekunan dalam  menyusun dan mendiskusikan aneka konklusi dari beragam data yang dimiliki maka setiap orang pasti akan terbiasa. Makanya ada istilah “data harus berbicara”. Seorang Buyer menggunakan data-data tersebut untuk mempengaruhi lawan negosiasi agar mencapai kesepakatan tertentu. Yang akhirnya tentunya tetap pada koridor kepentingan bisnis bersama.

5. Kemampuan Komunikasi dan Presentasi.
Dalam seleksi awal seseorang untuk menjadi seorang Buyer, kemampuan komunikasi yang baik menjadi salah satu syarat mutlak yang harus dimiliki. Seseorang yang cenderung bekerja sendiri dan tidak terlalu menyukai interaksi yang intens dengan pihak lain tidak cocok menjadi seorang Buyer. Kemampuan komunikasi ini bisa merupakan interpersonal skill.

Umumnya karakter seorang Buyer itu sangat aktif, penuh inisatif, banyak ide dan gagasan, suka bertanya dan senang meyakinkan lawan bicaranya (cenderng agresif). Istilah yang agak berlebih, mungkin adalah seringkali “tidak tahu malu” dalam bernegosiasi. Lawan yang sepadan dengan profesi ini adalah Salesman, yang tidak punya malu dan tak lelah menawarkan barang dagangannya. Walaupun ada, sangat jarang menemukan Buyer itu seorang pendiam dan pasif.

Secara sederhana saya suka ilustrasikan jika seorang pembeli datang ke suatu pasar, untuk membeli sesuatu, pastinya ia harus siap untuk bertanya dan menawar. Ia harus siap dibenci penjual dan terkadang muncul konflik tertentu yang kurang memberikan rasa nyaman.Tapi itu sudah biasa dalam dunia negosiasi. Tanpa melalui cara berbicara yang baik dan tepat, pembeli tidak akan mendapatkan barang yang baik, harga yang bagus dan kompensasi lainnya dari si penjual.

Selain kemampuan komunikasi, seorang Buyer juga harus memiliki kemampuan presentasi yang baik. Ia harus mampu menjelaskan tujuan dan keinginannya dalam berbagai kesempatan, baik kepada pihak eksternal maupun internal. Dalam presentasi terkandung data, program, target dan berbagai rencana. Semua serba terstruktur. Ini sangat penting, karena tidak sedikit Buyer-buyer kalah canggih presentasinya dibandingkan manajer2 dari lawan negosiasinya yaitu para Sales Manajer/Key Account Manager. Alangah lebih baiknya Buyer yang akan mengarahkan segala program yang diperlukan, karena dalam hal ini peritel lebih tahu kondisi konsumennya dibanding para supplier.