Hari ini saya mengikuti presentasi review penjualan ritel selama fasting season (Seasonal puasa lebaran) di tahun 2009 yang disampaikan oleh AC Nielsen.
Ada hal yang menarik bahwa secara umum pertumbuhan bisnis ritel di tahun 2009 (year to date), merupakan yang terburuk selama 7 tahun terakhir, yaitu mencapai single digit +/- 8% saja. Jika di tahun-tahun sebelumnya pertumbuhan selalu mencapai double digit.
Kategori produk yang menjadi sorotan utama dalam presentasi tersebut tentunya adalah produk seasonal groseries yaitu syrup, biskuit dan sedikit pembahasan di kategori non food.
Untuk produk biskuit dan syrup secara umum juga mengalami penurunan dalam persen pertumbuhannya dibandingkan dengan pertumbuhannya di tahun lalu.
Ada point menarik yang disampaikan selain review mengenai performance ritel pada saat seasonal. Diantaranya adalah market update dan informasi trend konsumen di akhir 2009 dan menghadapi 2010.
Didasari oleh semakin tingginya pertumbuhan konsumen produk lifestyle dan gadget teknologi, maka Nielsen merekomendasikan ritel untuk menangkap momentum tersebut untuk bersiap menawarkan konsep yang berbeda untuk konsumen. Peritel harus dapat menyentuh seluruh media yang selalu digunakan banyak orang saat ini yang dapat dibilang bergantung pada 3 screen: their Tv, their laptop/desktop, and their mobile untuk dapat memasarkan brand mereka.
Kekuatan brand kita akan sangat bergantung dengan bagaimana kita mengadaptasi diri kita terhadap perubahan preferasi konsumen dari basic needs oriented menjadi yang lebih high end secondary items.
Kemudian Nielsen juga menggaris bawahi bahwa penting bagi peritel untuk memperkuat diferensiasi diantara kompetisi yang ada. Konsumen tidak hanya membutuhkan harga yang murah atas minyak goreng, telur, beras, gula, daging dll. Akan tetapi konsumen akan mulai mencoba merubah pola belanja kepada produk secondary item, lifestyle, trend, gadget, technology, fashion,
Berdasarkan estimasi para pelaku ritel sulit diharapkan bisnis di tahun 2009 bisa ditutup dengan persen pertumbuhan diatas 10%. Mungkin semua pemain ritel harus puas diangka single digit di tahun ini, dengan berharap pada ekspansi yang agresif di tahun depan.
Dan merujuk pada global review, setidaknya indonesia masih diharapkan sebagai salah satu negara yang menjanjikan untuk investasi di tahun 2010, setelah China dan India. Dan menurut pemaparan Nielsen beberapa pemain ritel sudah memberikan sinyal akan adanya ekspansi yang cukup optimis di tahun depan. Apakah ini pertanda baik untuk kita semua, kita akan lihat tidak lama lagi.
Monday, November 9, 2009
Tuesday, October 27, 2009
Peta kekuatan bisnis ritel di Indonesia
Persaingan di bisnis ritel modern saat ini berlangsung dengan sangat ketat. Menurut Mediadata disebutkan bahwa "perkembangan bisnis ritel modern ini ditunjukan dari segi omzet yang masih tumbuh secara nyata yakni dari sekitar Rp 42 triliun pada tahun 2005, meningkat menjadi sekitar Rp 58 triliun pada tahun 2007 dan tahun 2008 sudah mencapai sekitar Rp 67 triliun.
Peningkatan nilai omzet beberapa tahun terakhir ini, terutama didorong semakin maraknya pembukaam outlet gerai baru hypermarket dan minimarket. Misalnya, peritel asing hypermarket, Carrefour dalam waktu singkat telah berhasil mengepung potensi pasar ritel di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, dengan kepemilikan gerai hingga akhir tahun 2008 sebanyak 70 unit.
Bagaimana sebenarnya peta persaingan bisnis ritel yang ada di Indonesia. Siapakah pemain utama yang bersaing di dalamnya, baik itu dari lokal maupun jaringan ritel global. Berikut ini dipaparkan profile singkat dari para pemain ritel besar di indonesia:
1. Carrefour
Carrefour merupakan jaringan hypermarket terbesar jika melihat format ukuran gerainya, dan merupakan jaringa ritel global terbesar ketiga setelah Wallmart dan Tesco dari sisi sales dan profitnya. Carrefour berasal dari Perancis dan banyak beroperasi di Eropa, China, Colombia, Brazil, dan beberapa bagian negara Asia.
Toko pertama carrefour berdiri pada tahun 1957 di Perancis, dan memperkenalkan konsep Hypermarket untuk pertama kali pada tahun 1967, yaitu menggabungkan pasar swalayan dengan department store dalam satu atap. Kekuatan Carrefour di Asia ditunjang oleh keberadaan banyak gerainya di negara-negara berikut: China (134 gerai), Indonesia (75 gerai), Taiwan (48 gerai), Thailand (25 gerai), dan Malaysia (12 gerai). Kemudian ditambah dengan ekspansi ke wilayah Timur Tengah yaitu Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab masing-maing 11 gerai.
Di Indonesia Carrefour mengakuisisi Supermarket Alfa sebanyak 14 gerai ditahun 2007. Akan tetapi belum nampak konsep yang jelas dan kuat, yang bisa Carrefour lakukan untuk gerai-gerai Alfa yang mereka akuisisi. Proses akuisisi ini sendiri menuai banyak pro dan kontra, terkait dengan potensi monopoli yang semakin kuat dan dominan di pangsa pasar modern ritel , yang mana saat ini ditangani oleh KPPU (Komite Pengawas Persaingan Usaha).
Selain itu Carrefour merupakan perusahaan asing pertama dengan revenue terbesar yang eksis di Indonesia. Selain karena merupakan Hypermarket pertama dan selalu leading dalam inovasi dan system promosi dibandingkan para pemain lainnya dalam kelas yang sejenis.
Peningkatan nilai omzet beberapa tahun terakhir ini, terutama didorong semakin maraknya pembukaam outlet gerai baru hypermarket dan minimarket. Misalnya, peritel asing hypermarket, Carrefour dalam waktu singkat telah berhasil mengepung potensi pasar ritel di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, dengan kepemilikan gerai hingga akhir tahun 2008 sebanyak 70 unit.
Bagaimana sebenarnya peta persaingan bisnis ritel yang ada di Indonesia. Siapakah pemain utama yang bersaing di dalamnya, baik itu dari lokal maupun jaringan ritel global. Berikut ini dipaparkan profile singkat dari para pemain ritel besar di indonesia:
1. Carrefour
Carrefour merupakan jaringan hypermarket terbesar jika melihat format ukuran gerainya, dan merupakan jaringa ritel global terbesar ketiga setelah Wallmart dan Tesco dari sisi sales dan profitnya. Carrefour berasal dari Perancis dan banyak beroperasi di Eropa, China, Colombia, Brazil, dan beberapa bagian negara Asia.
Toko pertama carrefour berdiri pada tahun 1957 di Perancis, dan memperkenalkan konsep Hypermarket untuk pertama kali pada tahun 1967, yaitu menggabungkan pasar swalayan dengan department store dalam satu atap. Kekuatan Carrefour di Asia ditunjang oleh keberadaan banyak gerainya di negara-negara berikut: China (134 gerai), Indonesia (75 gerai), Taiwan (48 gerai), Thailand (25 gerai), dan Malaysia (12 gerai). Kemudian ditambah dengan ekspansi ke wilayah Timur Tengah yaitu Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab masing-maing 11 gerai.
Di Indonesia Carrefour mengakuisisi Supermarket Alfa sebanyak 14 gerai ditahun 2007. Akan tetapi belum nampak konsep yang jelas dan kuat, yang bisa Carrefour lakukan untuk gerai-gerai Alfa yang mereka akuisisi. Proses akuisisi ini sendiri menuai banyak pro dan kontra, terkait dengan potensi monopoli yang semakin kuat dan dominan di pangsa pasar modern ritel , yang mana saat ini ditangani oleh KPPU (Komite Pengawas Persaingan Usaha).
Selain itu Carrefour merupakan perusahaan asing pertama dengan revenue terbesar yang eksis di Indonesia. Selain karena merupakan Hypermarket pertama dan selalu leading dalam inovasi dan system promosi dibandingkan para pemain lainnya dalam kelas yang sejenis.
Thursday, October 22, 2009
Strategi Ritel: Top 5 untuk menang
Dalam kurun waktu 5 tahun ini, persaingan dalam bisnis ritel modern di Indonesia berlangsung sangat ketat. Apalagi dengan semakin maraknya peritel asing yang punya kekuatan modal dan strategi global yang cukup besar dan menjanjikan. Jika melihat peta persaingan yang ada saat ini, semua peritel bisa berkompetisi secara lintas format. Dengan berbagai promosi dan strategi pemasaran diharapkan dapat menambah jumlah pelanggan dan meningkatkan turnobver penjualan.
Ada 5 strategi yang sedang menjadi trend dalam memenangkan kompetisi bisnis ritel di Indonesia yaitu:
1. Kreatifitas dalam Promosi:
Sudah menjadi kaidah umum dalam semua jenis bisnis bahwa promosi merupakan senjata utama untuk menggaet konsumen. Jika kompetisi itu diibaratkan peperangan maka setiap peritel dituntut untuk selalu meningkatkan kemampuan senjatanya. Semakin canggih senjata, maka kemungkinan besar kita memenangkan kompetisi akan semakin besar.
Promosi harga diprediksi akan tetap menjadi pilihan utama. Hanya saja formatnya bisa berubah dari mulai potongan langsung dalam bentuk potongan rupiah, atau bisa dalam bentuk discount yang menarik. Tahun 2005-2007 masih banyak peritel menggunakan potongan harga coret yang menarik buat konsumen. Akan tetapi mulai tahun 2008 mulai berubah yaitu berupa potongan Rp. 1000, Rp. 5000, Rp. 10.000,- untuk setiap pembelian 1 unit barang. Selain itu pada tahun yang sama muncul fenomena promosi trade up Buy One get one free, atau Buy Two get one free. Jika dilihat sepeertinya cara pertama lebih efektif untuk peritel maupun konsumen, karena konsumen terkadang tidak memerlukan penggandaan dari kebutuhannya.
Yang lebih menarik di tahun 2009 ini banyak peritel yang memulai konsep discount 10%, 20%, 30% potongan untuk kategory produk tertentu. Mencoba mengadopsi konsep discount yang biasa ditawarkan di Department store.
2. Optimalisasi Teknologi
Untuk menunjang seluruh operasi ritel dibutuhkan teknologi yang terbaik. Dalam bisnis ritel di masa yang akan datang teknologi akan terfokus setidaknya pada beberapa aspek yaitu: manajemen inventori, kerapihan distribusi, database konsumen, dan mendukung inovasi dalam promosi.
Sebagai contoh, dalam manajemen inventori, perusahaanritel memerlukan teknologi untuk memastikan proses recieve dan turnover barang berjalan dengan seimbang dan efisien. Kelebihan stock barang di gudang berarti menciptakan potensi deadstock, bahkan manambah resiko damage product (waste) untuk produk fresh (buah, sayur, daging dan ikan). Dengan teknologi yang dimiliki, peritel dapat memperoleh data stock barang dan potensi jual setiap barang, dan akhirnya merekomendasikan jumlah ordr berikutnya secara tepat.
Untuk database konsumen saat ini sudah dijalankan oleh banyak peritel, dengan mengeluarkan kartu anggota/konsumen (member card) seperti yang telah dijalankan di Carrefour, Giant, Indomart, Alfamart, Matahari bahkan pemain lokal seperti Yogya/Griya di Bandung. Keuntungannya selain mampu membuat pemetaan customer, dapat juga digunakan untuk mempertahankan loyalitas konsumen dengan aneka jenis promosi membership.
Ada 5 strategi yang sedang menjadi trend dalam memenangkan kompetisi bisnis ritel di Indonesia yaitu:
1. Kreatifitas dalam Promosi:
Sudah menjadi kaidah umum dalam semua jenis bisnis bahwa promosi merupakan senjata utama untuk menggaet konsumen. Jika kompetisi itu diibaratkan peperangan maka setiap peritel dituntut untuk selalu meningkatkan kemampuan senjatanya. Semakin canggih senjata, maka kemungkinan besar kita memenangkan kompetisi akan semakin besar.
Promosi harga diprediksi akan tetap menjadi pilihan utama. Hanya saja formatnya bisa berubah dari mulai potongan langsung dalam bentuk potongan rupiah, atau bisa dalam bentuk discount yang menarik. Tahun 2005-2007 masih banyak peritel menggunakan potongan harga coret yang menarik buat konsumen. Akan tetapi mulai tahun 2008 mulai berubah yaitu berupa potongan Rp. 1000, Rp. 5000, Rp. 10.000,- untuk setiap pembelian 1 unit barang. Selain itu pada tahun yang sama muncul fenomena promosi trade up Buy One get one free, atau Buy Two get one free. Jika dilihat sepeertinya cara pertama lebih efektif untuk peritel maupun konsumen, karena konsumen terkadang tidak memerlukan penggandaan dari kebutuhannya.
Yang lebih menarik di tahun 2009 ini banyak peritel yang memulai konsep discount 10%, 20%, 30% potongan untuk kategory produk tertentu. Mencoba mengadopsi konsep discount yang biasa ditawarkan di Department store.
2. Optimalisasi Teknologi
Untuk menunjang seluruh operasi ritel dibutuhkan teknologi yang terbaik. Dalam bisnis ritel di masa yang akan datang teknologi akan terfokus setidaknya pada beberapa aspek yaitu: manajemen inventori, kerapihan distribusi, database konsumen, dan mendukung inovasi dalam promosi.
Sebagai contoh, dalam manajemen inventori, perusahaanritel memerlukan teknologi untuk memastikan proses recieve dan turnover barang berjalan dengan seimbang dan efisien. Kelebihan stock barang di gudang berarti menciptakan potensi deadstock, bahkan manambah resiko damage product (waste) untuk produk fresh (buah, sayur, daging dan ikan). Dengan teknologi yang dimiliki, peritel dapat memperoleh data stock barang dan potensi jual setiap barang, dan akhirnya merekomendasikan jumlah ordr berikutnya secara tepat.
Untuk database konsumen saat ini sudah dijalankan oleh banyak peritel, dengan mengeluarkan kartu anggota/konsumen (member card) seperti yang telah dijalankan di Carrefour, Giant, Indomart, Alfamart, Matahari bahkan pemain lokal seperti Yogya/Griya di Bandung. Keuntungannya selain mampu membuat pemetaan customer, dapat juga digunakan untuk mempertahankan loyalitas konsumen dengan aneka jenis promosi membership.
Bisnis Ritel Modern Indonesia
Bisnis Ritel secara umum adalah kegiatan usaha menjual aneka barang atau jasa untuk konsumsi langsung atau tidak langsung. Dalam matarantai perdagangan bisnis ritel merupakan bagian terakhir dari proses distribusi suatu barang atau jasa dan bersentuhan langsung dengan konsumen.
Secara umum peritel tidak membuat barang dan tidak menjual ke pengecer lain.
Akan tetapi dalam praktik bisnis ritel modern saat ini tidak tertutup kemungkinan, banyak pengecer kecil membeli barang di gerai peritel besar, mengingat perbedaan harga yang muncul pada waktu-waktu promosi tertentu yang dilakukan oleh peritel besar.
Bisnis Ritel di Indonesia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, ritel modern dan ritel tradisional. Ritel modern sebenarnya merupakan pengembangan dari ritel tradisional, yang pada praktiknya mengaplikasikan konsep yang modern, pemanfaatan teknologi, dan mengakomodasi perkembangan gaya hidup di masyarakat (konsumen).
Jika kita menilik sejarah ritel modern di indonesia sebenarnya sudah di mulai dari tahun 1960-an. Pada saat itu sudah muncul department Store yang pertama yaitu SARINAH. Dalam kurun waktu lebih dari 15 tahun kemudian, bisnis ritel di Indonesia bisa dikatakan berkembang dalam level yang sangat rendah sekali. Hal ini bisa dikaitkan dengan kebijakan ekonomi Soeharto di awal masa pemerintahan orde baru, yang lebih banyak membangun investasi di bidang eksploitasi hasil alam (tambang & kayu), dibandingkan sektor usaha ritel barang dan jasa di masyarakat.
Awal tahun 1990-an merupakan titik awal perkembangan bisnis ritel di indonesia. Ditandai dengan mulai beroperasinya salah satu perusahaan ritel besar dari Jepang yaitu "SOGO". Selanjutnya dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 99/1998, yang menghapuskan larangan investor dari luar untuk masuk ke dalam bisnis ritel di indonesia, perkembangannya menjadi semakin pesat.
Saat ini, muncul begitu banyak format modern ritel/market diantaranya adalah sbb:
1. Supermarket
2. Minimarket
3. Hypermarket
4. Specialty store/convinience store
5. Department Store
Modern market digambarkan secara sederhana sebagai suatu tempat menjual barang-barang makanan atau non makanan, barang jadi atau bahan olahan, kebutuhan harian atau lainnya yang menggunakan format self service dan menjalankan sistem swalayan yaitu konsumen membayar di kasir yang telah disediakan. Sehingga saat ini banyak orang cukup familiar dengan istilah "Pasar Swalayan"
Berdasarkan definisi yang tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 112/Th. 2007, dikatakan bahwa Format Pasar Swalayan dikategorikan sbb:
1. Minimarket :
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : < 5000 item
- Luas gerai : maks. 400m2
- Area Parkir : terbatas
- Potensi penjualan : maks. 200 juta
2. Supermarket:
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : 5000-25000 item
- Luas gerai : 400-5000m2
- Area Parkir : sedang (memadai)
- Potensi penjualan : 200 juta- 10 milliar
3. Hypermarket:
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, textile, fashion, furniture, dll.
- Jumlah produk : >25000 item
- Luas gerai : > 5000 m2
- Area Parkir : sangat besar
- Potensi penjualan : > 10 milliar
Dalam 6 tahun terakhir, perkembangan ketiga format modern market di atas sangatlah tinggi. konsepnya yang modern, adanya sentuhan teknologi dan mampu memenuhi perkembangan gaya hidup konsumen telah memberikan nilai lebih dibandingkan dengan market tradisional.
Selain itu atmosfer belanja yang lebih bersih dan nyaman, semakin menarik konsumen dan dapat menciptakan budaya baru dalam berbelanja.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Media Data-APRINDO dalam rentang waktu 2004 s.d 2008 format minimarket memiliki rata-rata pertumbuhan turnover paling tinggi yaitu sebesar 38% per tahun, disusul kemudian oleh Hypermarket sebesar 21,5% dan supermarket yang hanya 6% per tahun. Tingginya pertumbuhan di format minimarket, ditandai dengan semakin ketatnya persaingan dalam ekspansi atau penambahan jumlah gerai dari dua pemain besar di dalamnya yaitu Indomart dan Alfamart.
Sedangkan dalam nilai turnover yang dapat dihasilkan, format hypermarket merupakan yang terbesar, seperti yang dicapai pada tahun 2008 yaitu sebesar: 41%. Sementara itu minimarket dengan 32%, dan terakhir supermarket dengan 26%. Dominasi market share oleh Hypermarket ini dimulai dari tahun 2005, yang mana sebelumnya dikuasai oleh Supermarket. Penurunan di Supermarket dinilai sebagai akibat dari semakin banyaknya penambahan gerai minimarket yang dapat memotong akses konsumen ke supermarket. Ditambah pula oleh semakin agresifnya Hypermarket dalam berbagai promosi yang kuat dan menarik. Serta kelengkapan produknya telah memberikan tempat tersendiri dimata konsumen.
Secara umum peritel tidak membuat barang dan tidak menjual ke pengecer lain.
Akan tetapi dalam praktik bisnis ritel modern saat ini tidak tertutup kemungkinan, banyak pengecer kecil membeli barang di gerai peritel besar, mengingat perbedaan harga yang muncul pada waktu-waktu promosi tertentu yang dilakukan oleh peritel besar.
Bisnis Ritel di Indonesia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, ritel modern dan ritel tradisional. Ritel modern sebenarnya merupakan pengembangan dari ritel tradisional, yang pada praktiknya mengaplikasikan konsep yang modern, pemanfaatan teknologi, dan mengakomodasi perkembangan gaya hidup di masyarakat (konsumen).
Jika kita menilik sejarah ritel modern di indonesia sebenarnya sudah di mulai dari tahun 1960-an. Pada saat itu sudah muncul department Store yang pertama yaitu SARINAH. Dalam kurun waktu lebih dari 15 tahun kemudian, bisnis ritel di Indonesia bisa dikatakan berkembang dalam level yang sangat rendah sekali. Hal ini bisa dikaitkan dengan kebijakan ekonomi Soeharto di awal masa pemerintahan orde baru, yang lebih banyak membangun investasi di bidang eksploitasi hasil alam (tambang & kayu), dibandingkan sektor usaha ritel barang dan jasa di masyarakat.
Awal tahun 1990-an merupakan titik awal perkembangan bisnis ritel di indonesia. Ditandai dengan mulai beroperasinya salah satu perusahaan ritel besar dari Jepang yaitu "SOGO". Selanjutnya dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 99/1998, yang menghapuskan larangan investor dari luar untuk masuk ke dalam bisnis ritel di indonesia, perkembangannya menjadi semakin pesat.
Saat ini, muncul begitu banyak format modern ritel/market diantaranya adalah sbb:
1. Supermarket
2. Minimarket
3. Hypermarket
4. Specialty store/convinience store
5. Department Store
Modern market digambarkan secara sederhana sebagai suatu tempat menjual barang-barang makanan atau non makanan, barang jadi atau bahan olahan, kebutuhan harian atau lainnya yang menggunakan format self service dan menjalankan sistem swalayan yaitu konsumen membayar di kasir yang telah disediakan. Sehingga saat ini banyak orang cukup familiar dengan istilah "Pasar Swalayan"
Berdasarkan definisi yang tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 112/Th. 2007, dikatakan bahwa Format Pasar Swalayan dikategorikan sbb:
1. Minimarket :
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : < 5000 item
- Luas gerai : maks. 400m2
- Area Parkir : terbatas
- Potensi penjualan : maks. 200 juta
2. Supermarket:
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : 5000-25000 item
- Luas gerai : 400-5000m2
- Area Parkir : sedang (memadai)
- Potensi penjualan : 200 juta- 10 milliar
3. Hypermarket:
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, textile, fashion, furniture, dll.
- Jumlah produk : >25000 item
- Luas gerai : > 5000 m2
- Area Parkir : sangat besar
- Potensi penjualan : > 10 milliar
Dalam 6 tahun terakhir, perkembangan ketiga format modern market di atas sangatlah tinggi. konsepnya yang modern, adanya sentuhan teknologi dan mampu memenuhi perkembangan gaya hidup konsumen telah memberikan nilai lebih dibandingkan dengan market tradisional.
Selain itu atmosfer belanja yang lebih bersih dan nyaman, semakin menarik konsumen dan dapat menciptakan budaya baru dalam berbelanja.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Media Data-APRINDO dalam rentang waktu 2004 s.d 2008 format minimarket memiliki rata-rata pertumbuhan turnover paling tinggi yaitu sebesar 38% per tahun, disusul kemudian oleh Hypermarket sebesar 21,5% dan supermarket yang hanya 6% per tahun. Tingginya pertumbuhan di format minimarket, ditandai dengan semakin ketatnya persaingan dalam ekspansi atau penambahan jumlah gerai dari dua pemain besar di dalamnya yaitu Indomart dan Alfamart.
Sedangkan dalam nilai turnover yang dapat dihasilkan, format hypermarket merupakan yang terbesar, seperti yang dicapai pada tahun 2008 yaitu sebesar: 41%. Sementara itu minimarket dengan 32%, dan terakhir supermarket dengan 26%. Dominasi market share oleh Hypermarket ini dimulai dari tahun 2005, yang mana sebelumnya dikuasai oleh Supermarket. Penurunan di Supermarket dinilai sebagai akibat dari semakin banyaknya penambahan gerai minimarket yang dapat memotong akses konsumen ke supermarket. Ditambah pula oleh semakin agresifnya Hypermarket dalam berbagai promosi yang kuat dan menarik. Serta kelengkapan produknya telah memberikan tempat tersendiri dimata konsumen.
Monday, October 12, 2009
Retail Update
Perkembangan bisnis retail di Indonesia selama satu dekade ini, mengalami kemajuan yang begitu pesat. Ditandai dengan munculnya beberapa perusahaan dalam format minimarket (Indomart, Alfamart & Yomart), Supermarket (Hero, Ramayana, Super Indo) dan Hypermarket (Carrefour, Hypermart dan Giant).
Selain perusaan retail berskala nasional tersebut diatas, muncul pula kekuatan bisnis retail yang bersifat lokal seperti Tip Top dan Hari Hari di Jakarta, atau ada pula Griya/Yogya di Bandung. Baik Tiptop maupun Hari Hari, telah memiliki pangsa konsumen yang cukup loyal dan layak untuk diperhitungkan. Apalagi Yogya/Griya di Jawa Barat merupakan salah satu kekuatan bisnis yang sudah cukup kuat, dan mampu bertahan dari gempuran retail besar termasuk raksasa retail Carrefour.
Selain perusaan retail berskala nasional tersebut diatas, muncul pula kekuatan bisnis retail yang bersifat lokal seperti Tip Top dan Hari Hari di Jakarta, atau ada pula Griya/Yogya di Bandung. Baik Tiptop maupun Hari Hari, telah memiliki pangsa konsumen yang cukup loyal dan layak untuk diperhitungkan. Apalagi Yogya/Griya di Jawa Barat merupakan salah satu kekuatan bisnis yang sudah cukup kuat, dan mampu bertahan dari gempuran retail besar termasuk raksasa retail Carrefour.
Wednesday, September 23, 2009
Abandonment Watching a child realize he is alone is a heartrending event. In a moment, he goes from content to worried to panicked. One of our most pr
Subscribe to:
Posts (Atom)